Sejauh mana teknologi AI dapat menghasilkan sebuah Karya cipta original? Itu pertanyaan yang dilemparkan oleh para siswa-siswi SMA dan SMK Negeri di Kota Mataram selama kurang lebih seminggu ini. Kebetulan saya adalah seorang Penyuluh Hukum juga.
Didampuk untuk belajar menjadi Guru Kekayaan Intelektual (Ruki), saya tentunya harus belajar banyak dan memahami betul apa itu Kekayaan Intelektual dan produk-produknya. Bagaimana tidak, meleset sedikit bisa merubah pemahaman audiens, yang notabene adalah anak-anak remaja ini.
Sumber : dokumentasi pribadi penyuluh hukum di SMKN 2 Mataram
Program Ruki Mengajar, IP Goes To School 2025
Ini adalah tahun pertama saya menjadi penyuluh hukum, dan tahun pertama juga saya terlibat dalam kegiatan Intelektual Property Goes To School (IP Goes to School) tahun 2025 ini. Rasanya luar biasa mengenalkan apa itu Kekayaan intelektual di hadapan para generasi penerus bangsa yang mulai berfikir kritis.
Selama kurang lebih 5 hari minggu ini (5-9 Mei 2025), kami berkesempatan memberikan pengenalan dasar terkait Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta. Dimana memang tahun ini adalah tahun hak cipta, sehingga materi pun lebih ditekankan kepada pengenalan hak cipta.
Ada sekitar 10 sekolah negeri di Kota Mataram yang menjadi sasaran kegiatan, mulai dari SMA Negeri 2 Mataram, SMAN 3 Mataram, SMAN 5 Mataram, SMAN 1 Mataram, SMKN 2 Mataram, SMKN 3 Mataram, SMKN 4 Mataram, MAN 1 dan MAN 2 Mataram.
Program Ruki mengajar sendiri merupakan agenda tahunan dari Kementerian Hukum RI melalui BPHN, yang pelaksanaannya di tingkat wilayah melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum di tiap-tiap provinsi. Khususnya dilaksanakan oleh Tim KI bersama penyuluh hukum yang didampuk sebagai Guru KI.
Program ini bertujuan mensosialisasikan apa itu kekayaan intelektual secara umum, dan memperluas sebaran informasi mengenai pentingnya perlindungan kekayaan intelektual dari berbagai bidang.
AI dan Kecepatan Teknologi
Teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence / AI) adalah salah satu inovasi paling revolusioner dalam sejarah teknologi modern. AI merujuk pada sistem atau mesin yang dapat meniru kemampuan manusia untuk berpikir, belajar, menyelesaikan masalah, serta membuat keputusan.
Siapa sih yang tidak menggunakan AI hari ini? Rasanya semua penggiat media sosial dan para peselancar dunia maya pun sudah mulai bersahabat dengan AI. Wajar saja, apa saja perintah netizen, selalu dikerjakan dalam hitungan detik oleh AI. Meskipun, tetap saja kecerdasan buatan tidak akan mampu menyamai akal manusia.
Namun, tak ada salahnya saya tuliskan dulu adalah beberapa kehebatan AI yang menonjol:
- Otomatisasi Cerdas, dimana AI mampu menggantikan pekerjaan berulang atau rutin dengan efisiensi tinggi. Contoh: chatbot yang sering digunakan untuk membalas pesan-pesan secara otomatis, robot industri, dan sistem manajemen gudang otomatis.
- Analisis Data yang Cepat dan Akurat, AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar secara real-time, menemukan pola yang tidak terlihat oleh manusia, dan memberikan wawasan strategis. Ini sangat bermanfaat di bidang keuangan, kesehatan, dan bisnis.
- Pengenalan Wajah dan Suara, seperti dalam aplikasi dengan face recognition dan voice assistant (seperti Siri atau Alexa) bergantung pada AI untuk memahami dan merespons pengguna secara personal.
- Kemajuan di Dunia Kesehatan juga tidak terlepas dari AI, yang digunakan untuk mendeteksi penyakit seperti kanker lebih awal, menganalisis citra medis, dan bahkan membantu merancang obat-obatan baru.
- Kemampuan Belajar Mandiri (Machine Learning), dimana Sistem AI bisa terus belajar dan meningkatkan performa seiring waktu tanpa perlu diprogram ulang, seperti yang terlihat dalam sistem rekomendasi (Netflix, YouTube, Tokopedia, dll.).
- Kendaraan Otonom seperti Mobil tanpa pengemudi (self-driving cars) menggunakan AI untuk mendeteksi jalan, rambu lalu lintas, dan pejalan kaki.
- Peningkatan Produktivitas dan Inovasi
Canggih bukan? namun bagi saya pribadi yang telah menggunakan beberapa fitur AI ini, tetap saja harus sedikit mengolah kembali hasil dari AI. Karena faktanya, robot tetaplah robot yang bisa tingkat akurasinya masih harus dilengkapi dengan analisa manusia.
Sejauh Mana Teknologi AI Dapat Menghasilkan Sebuah Karya Cipta Original?
Jika berbicara karya cipta, maka kita harus pahami dulu bahwa sebuah karya cipta itu terlahir dari hasil olah pikir manusia yang kemudian berbentuk ide, dan diwujukan dalam bentuk nyata. Sederhananya tercipta dari hasil pemikiran seseorang yang diolah sedemikian rupa.
Inilah yang kemudian disebut dengan kekayaan intelektual manusia. Balik lagi dengan cerita menjadi Guru KI di sejumlah sekolah kemarin. Saya tergelitik dengan beberapa pertanyaan yang serupa dari beberapa murid di sekolah yang berbeda ini. Pasalnya, dari 4 sekolah yang saya datangi, ada saja yang menanyakan hal ini.
Kira-kira begini bunyi pertanyaannya “apakah hasil kreasi dari AI bisa disebut karya cipta?”
sumber : dokumentasi penyuluh hukum di SMAN 1 Mataram
Ah, pertanyaan kritis untuk para generasi yang hidup di jaman serba canggih ini. Wajar sih, hampir semuanya pegang hp dan bergelut setiap hari dengan kecanggihan teknologi ini. Sehingga ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terkait dengan penggunaan AI ini sendiri.
1. Pelatihan AI Menggunakan Data Berhak Cipta
Beberapa informasi di internet yang saya baca, banyak AI dilatih dengan data dari internet yang mengandung karya berhak cipta. Ini memunculkan pertanyaan: apakah “penggunaan untuk pelatihan AI” termasuk fair use?
Menurut saya pribadi, prinsip dasar AI memang dilatih untuk memenuhi sebuah perintah berdasarkan semua jenis sumber yang ada di Internet, tanpa terkecuali. Mau ber-hak cipta atau tanpa hak cipta, faktanya program AI dilatih untuk memanfaatkan segala sumber yang dapat dirangkulnya.
Masalahnya adalah, ketika ada pertanyaan apakah ini fair use? Saya pribadi akan bilang, pelanggaran hak cipta sudah diatur di Indonesia misalnya, dalam UU no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun Undang-undang yang ada atau bahkan aturan international sekalipun tidak akan mampu memprediksi secara pasti tentang bagaimana sebuah teknologi akan berkembang nantinya.
2. Karya Buatan AI: Siapa Pemiliknya?
Lalu ada juga pertanyaan lainnya, apakah karya yang dihasilkan oleh AI sepenuhnya milik pengguna, pencipta model, atau campuran keduanya? Tentu saja kita juga harus bisa jeli di sini.
Saya ambil saja contoh paling mudah, yaitu aplikasi design grafis instan bernama Canva. Siapa yang hari ini tidak mengenal canva, sebuah platform design grafis berbasis template yang menyediakan ribuan template gratis maupun berbayar. Di dalamnya terdapat ribuan lebih foto, musik, short video, gambar dsb.
Untuk yang menggunakan canva gratisan, dan mereka mendesain alias permak template yang ada, menurut saya sah-sah saja dikatakan itu adalah karya ciptanya. Karena secara logika, ketika pihak Canva sudah memberikan dalam konteks gratis, maka pihaknya sudah mendapatkan ijin dari si pembuat template atau si pencipta.
Namun akan berbeda lagi dengan yang berbayar, di mana kita bisa mengakses sejumlah karya-karya yang bersifat Pro. Saya sendiri pernah mengalami dimana mendonload sebuah foto secara utuh tanpa editing atau kreasi tambahan. Dan hasilnya, ketika foto itu saya pajang untuk property tulisan, langsung dinotifikasi melanggar hak cipta.
Dari situ yang saya pahami adalah, bahwa ketentuan dalam Undang-undang hak cipta di Indonesia mengharuskan kita untuk mencantumkan siapa pemilik hak cipta dari foto lagi. Namun hal ini akan berbeda ketika satu foto versi pro ini, kita permak atau di kreasikan lagi dengan berbagai elemen (teks, gambar atau template), maka ketika digunakan tidak akan mendapat notifikasi pelanggaran.
Begitupun ketika mencoba sejumlah fitur AI, pembuatan video otomatis misalnya. Ternyata, script video juga atau tema itu harus kita yang tentukan. Semakin spesifik script yang kita tuliskan, maka semakin jelas video tersebut dibuat detailnya. Dan, rata-rata semua fitur ini berbayar, karena saya pernah membaca dalam salah satu platform, bahwa paket berbayar ini sudah mencakup hak atas penggunaan gambar yang diambil dari sejumlah platform seperti Getty maupun Pixabay.
Artinya, teknologi video AI ini juga hanya bisa diakui tidak melanggar hak cipta, ketika di kreasikan oleh si pembuatnya. Logikanya, kan jarang ada pemikiran orang yang sama persis, pastilah ada saja perbedaannya.
Kesimpulan saya, selama berbagai elemen karya cipta yang telah diijinkan penggunaanya ini di kreasikan, maka sah-sah saja bahwa itu bisa dikatakan karya cipta baru.
3. Peniruan Gaya Artis atau Penulis
AI bisa meniru gaya tertentu dengan sangat akurat, yang membuat sebagian seniman menganggap ini sebagai bentuk penjiplakan atau eksploitasi. Lalu apakah ini bisa dikatakan karya cipta baru?
Hal ini memang bisa menimbulkan masalah, karena faktanya, Meskipun “gaya” tidak selalu dilindungi hukum secara eksplisit, jika hasil AI terlalu mirip dengan karya spesifik, bisa dianggap pelanggaran. Karena saya sendiri belum pernah mendengar perlindungan terhadap hak gaya.
Selain itu, Konsumen bisa salah sangka bahwa karya AI adalah asli dari artis tertentu sehingga dapat menimbulkan kebingungan publik. Belum lagi Pendapatan Kreator Terancam, karena Karya tiruan bisa bersaing (atau menggantikan) karya asli di pasar.
Namun pertanyaan lain jadi muncul, apakah hingga saat ini sudah ada hukum nasional maupun international yang mengatur pelanggaran hak cipta dari AI ini secara nyata? Karena jika berbicara teknologi, tentu saja aturan itu harus bisa mengimbangi perkembangan teknologi itu sendiri.
Pertanyaan ini jadi sangat relevan, karena perkembangan AI faktanya lebih cepat daripada regulasi hukumnya. Hingga saat ini (2025), belum ada hukum internasional yang secara khusus dan menyeluruh mengatur pelanggaran hak cipta oleh AI, namun beberapa negara dan organisasi internasional telah mulai merespons secara aktif.
Jadi pada dasarnya, kembali lagi pada basicnya. Kekayaan intelektual yang melahirkan karya cipta itu memang lahir dari ide dan pemikiran yang kreatif yang diwujudkan. Terlepas dari jenissarana dan prasarana apa yang digunakan, selamadiolah terlebih dahulu, menurut saya itu bisa dikatakan karya cipta.
Tentu saja, untuk saat ini ya. Karena ke depan, kita tidak akan tahu bagaimana peraturan hukum yang akan lahir dari dalam negeri maupun international terkait Hak Cipta dan AI ini. Maka bijaklah dalam berkreasi.
*Telah dipublikasikan juga pada Kompasiana.com
Recent Comments