Kenapa Akademisi Disebut Berperan Besar Dalam Perlindungan Kekayaan Intelektual? Ignatius Silalahi, Direktur Cipta dan Design Industri Direktorat Jenderal KI Kemenkumham angkat suara.
Dilansir dari kumparan.com, Saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin, 8/7/24 lalu, Ignatius yang pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM NTB pada tahun 2023 kemarin, menuturkan pendapatnya dan keprihatinannya terkait masih minimnya peran akademisi dalam mendorong peningkatan perlindungan KI, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Kebetulan, salah satu Tim Humas Kanwil Kemenkumham NTB adalah sahabat baik saya. Dia berkesempatan untuk mendengarkan secara langsung opini terkait perkembangan perlindungan KI di NTB. Salah satunya tentang masih minimnya peran serta Akademisi atau sejumlah universitas yang ada, khususnya di NTB.
Peran Akademisi Dalam Penyebaran Informasi Kekayaan Intelektual
Menurutnya, soal percepatan penyebaran informasi, akademisi merupakan wadah yang lebih cepat dalam penyebarluasan informasi. Yah bagaimana tidak, kalau secara kasat mata saja, mahasiswa/mahasiswi adalah kelompok masyarakat yang dapat menjadi transmitter dengan kecepatan super.
Bayangkan ketika mereka sedang berkuliah, dan dalam beberapa segmen tertentu di sampaikan terkait pentingnya perlindungan KI ini, atau ketika program KKN (Kuliah Kerja Nyata), dimana informasi terkait KI dan implementasinya bisa sampai langsung kepada masyarakat.
Atau yang biasa kita lihat, termasuk saya ketika di bangku kuliah dulu. Saat KKN yang jadi prioritas adalah jejak tugu atau kerja sosial yang kami tinggalkan sebagai bukti telah melaksanakan KKN. Lalu bagaimana dengan jurusan Prodi yang lain, seperti teknik misalnya, atau pertanian. Bukankah merekapun bisa membantu masyarakat melalui inovasi sederhana sesuai prodinya.
Baca juga : Mengenal Kekayaan Intelektual Komunal
Contoh kecilnya, jika saat KKN mahasiswa ini ternyata menemukan ada kekayaan intelektual di sebuah lingkungan masyarakat. Bukankah mereka dapat membantu dalam pendaftaran KI nya, karena mereka yang telah dibekali dengan pengetahuan soal Perlindungan KI.
Bukankah KKN adalah bentuk pengabdian pertama mahasiswa kepada Masyarakat? Maka melalui mahasiswa, penyebaran informasi terkait Kekayaan Intelektual dan perkembangannya seharusnya menjadi lebih cepat dan efektif.
Namun lagi-lagi, Ignatius menyampaikan sejumlah komentar juga terkait perkembangan perlindungan KI di NTB yang terbilang masih lamban. Karena faktanya memang perkembangan inovasi dan Kreatifitas dari akademisi ini masih tidak menunjukkan kemajuan yang berarti.
Menurutnya, akademisi ini juga hampir tidak pernah melakukan analisa permasalahan di Masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan Masyarakat. Dalam hal ini kontribusi dari akademisi masih sangat minim.
“Padahal seharusnya mahasiswa di berbagai kampus/akademisi, idealnya mempunyai bentuk kontribusi nyata di masyarakat yang berkaitan dengan jurusan ilmu yang diambil”. Tuturnya
Tentang Pola Pikir Akademisi
Lebih lanjut Ignatius menyampaikan juga, bahwa kalangan akademisi saat ini cenderung masih memiliki pola pikir yang sangat monoton, hanya berfikir tentang akademisi dan tidak secara implementatif ke masyarakat.
Padahal jika dipikir secara logika, berbagai solusi yang mungkin ditawarkan kepada masyarakat atas masalah mereka, justru bisa menjadi wadah praktek keilmuan mahasiswa secara implementatif. Sebelum akhirnya mereka benar-benar bekerja atau berinovasi secara mandiri, dalam rangka mencari nafkah pribadi
“Program KKN seyogyanya menjadi jembatan antara akademisi dengan Masyarakat dalam hal peningkatan perlindungan Kekayaan Intelektual di Masyarakat”. Tuturnya lagi
Perlu diketahui juga, dalam rangka meningkatkan dan mendorong penyebar luasan informasi terkait KI, yang bertujuan menanamkan pemahaman KI kepada Masyarakat, Kemenkumham sebenarnya punya beberapa program kegiatan. Adapun bentuknya seperti IP Academy yang dilaksanakan sebagai bentuk partisipasi kegiatan turunan dari WIPO.
Selain itu berbagai pameran Kekayaan intelektual, kampanye melalui media online maupun offline, kegiatan seminar bahkan Kerjasama dengan stakeholder terkait lainnya. Yang tak kalah bonafitnya, Pendidikan dan Pelatihan Konsultan KI yang pelaksanaanya dilakukan oleh sejumlah Universitas.
Dan Konsultan KI ini merupakan jenis profesi baru yang dapat memberikan konsultasi seputar Kekayaan intelektual. Adapun jenis-jenis Kekayaan Intelektual itu antara lain :
- Paten yaitu Bantuan dalam proses pendaftaran paten untuk penemuan atau inovasi teknis
- Merek Dagang yaitu Pendaftaran dan perlindungan merek dagang
- Hak Cipta yang meliputi Pendaftaran hak cipta untuk karya-karya kreatif seperti buku, musik, dan seni
- Desain Industri yaitu Pendaftaran desain produk untuk melindungi penampilan estetika produk
- Indikasi Geografis
- Rahasia Dagang
- DTLST (Design Tata Letak Sirkuit Terpadu)
Nah, Habis ini kakak-kakak mahasiswa kira-kira punya inovasi apa nih yang bisa membantu masyarakat dalam mengenal perlindungan Kekayaan Intelektual mereka, baik secara individual ataupun Komunal.
Yang masih mau tanya-tanya soal kekayaan intelektual atau maud daftar jenis KI di atas, boleh ngobrol-ngobrol bareng bang TOP langsung atau komen di sini.
Recent Comments